Selasa, 02 Juni 2015

Budaya Bahasa Bali

Kearifan Budaya Lokal Bahasa Bali


Abstraksi
Bahasa Bali adalah salah satu bahasa daerah di negara Indonesia yang dipelihara dengan baik oleh masyarakat penuturnya, yaitu etnis Bali. Bahasa Bali sebagai bahasa ibu atau bahasa pertama bagi sebagian besar masyarakat Bali, dipakai secara luas sebagai alat komunikasi dalam berbagai aktivitas di dalam rumah tangga dan di luar rumah tangga  yang  mencakupi berbagai aktivitas kehidupan sosial masyarakat Bali. Oleh karena itu, bahasa Bali merupakan pendukung kebudayaan Bali yang tetap hidup dan berkembang di Bali. Dilihat dari jumlah penuturnya, bahasa Bali didukung oleh lebih kurang setengah juta jiwa dan memiliki tradisi tulis sehingga bahasa Bali termasuk bahasa daerah besar di antara beberapa bahasa daerah di Indonesia.
Keberadaan bahasa Bali memiliki variasi yang cukup rumit karena adanya sor-singgih yang ditentukan oleh pembicara, lawan bicara, dan hal-hal yang dibicarakan. Secara umum, variasi bahasa Bali dapat dibedakan atas variasi temporal, regional, dan sosial. Dimensi temporal bahasa bali memberikan indikasi kesejarahan dan perkembangan bahasanya meski dalam arti yang sangat terbatas. Secara temporal bahasa Bali dibedakan atas bahasa bali Kuno yang sering disebut deengan bahasa Bali Mula atau Bali Aga, bahasa Bali Tengahan atau Kawi Bali, dan bahasa Bali Kepara yang sering disebut Bali Baru atau bahasa Bali Modern.
Pembahasan
Di Bali penggunaan bahasa yang unik terkadang menjadi suatu budaya bahasa yang patut di pelajari, Di Bali sendiri Bahasa Bali mempunyai tingkatan penggunaannya, misalnya ada yang disebut Bali Alus, Bali Madya, dan Bali Kasar. Seperti bahasa jawa untuk tingkatannya seperti bahasa Bali, jawa alus, jawa krama, jawa inggil dll.
Bahasa Bali Alus digunakan untuk bertutur formal misalnya dalam pertemuan di tingkat desa adat, meminang wanita, atau antara orang berkasta rendah dengan berkasta lebih tinggi. Bahasa Bali Madya digunakan di tingkat masyarakat menengah misalnya pejabat dengan bawahannya, sedangkan Bahasa Bali Kasar digunakan oleh orang kelas rendah misalnya kaum sudra atau antara bangsawan dengan abdi dalemnya, Di Lombok, Bahasa Bali terutamanya dituturkan di sekitar kota Mataram, sedangkan di pulau Jawa Bahasa Bali terutamanya dituturkan di beberapa buah desa di kabupaten Banyuwangi. Selain itu Bahasa Osing, sebuah dialek Jawa di Banyuwangi, juga menyerap banyak perkataan Bahasa Bali. Misalnya osing yang bermaksud “tidak” diambil daripada perkataan Bahasa Bali tusing.
Secara regional, bahasa Bali dibedakan atas dua dialek, yaitu dialek Bali Aga (dialek pegunungan) dan dialek Bali Dataran (dialek umum, lumrah) yang masing-masing memiliki ciri subdialek tersendiri. Berdasarkan dimensi sosial, bahasa Bali mengenai adanya sistemsor-singgih atau tingkat tutur bahasa Bali yang erat kaitannya dengan sejarah perkembangan masyarakat Bali yang mengenal sistem wangsa (warna), yang dibedakan atas golongan triwangsa (Brahmana, Ksatriya, Wesia) dan golongan Jaba atau Sudra(orang kebanyakan). Berdasarkan strata sosial ini, bahasa Bali menyajikan sejarah tersendiri tentang tingkat tutur kata dalam lapisan masyarakat tradisional di Bali. Di sisi lain, dalam perkembangan masyarakat bali pada zaman modern ini terbentuklah elite baru yang termasuk kelas kata yang tidak lagi terlalu memperhitungkan kasta. Elite baru (golongan pejabat, orang kaya) selalu disegani dan dihormati oleh golongan bawah dan ini tercermin pula dalam pemakaian bahasanya.
Dari sisi kesejarahan bahasa Bali yang telah disinggung dalam dimensi temporal di atas, bahasa Bali Kuno merupakan bahasa Bali yang tertua di Bali yang banyak ditemukan pemakaiannya dalam Prasasti 804 Śaka (882 Masehi) sampai dengan pemerintahan Raja Anak Wungsu tahun 904 Śaka (1072 Masehi).
Ø  Sejarah bahasa bali
Bahasa Bali dalam keluarga bahasa Austronesia sering dianggap paling rapat dengan Bahasa Jawa. Namun hal ini tidaklah begitu. Bahasa Bali paling dekat dengan Bahasa Sasak dan beberapa bahasa di Pulau Sumbawa bahagian barat. Kemiripannya dengan bahasa Jawa hanya disebabkan oleh pengaruh kosa kata Bahasa Jawa kerana penjajahan Jawa pada masa lampau, terutamanya pada abad ke-14 Masihi. Bali ditakluk oleh Gajah Mada pada tahun 1343 Masehi. Bahkan dalam keluarga Austronesia, secara fonologi bahasa Bali lebih mirip Bahasa Melayu daripada bahasa Jawa. Namun fonem /r/ pada posisi akhir dalam bahasa Melayu, seringkali menjadi /h/ pada bahasa Bali.
Ø  Ciri khas Bahasa suku Bali
Sebuah ciri khas dan menjadi keistimewaan bahasa Bali ialah bahwa fonem eksplosif tak bersuara /t/ dilafazkan sebagai [t] pada posisi akhir, namun pada posisi awal dan tengah dilafazkan sebagai [ʈ] (t retrofleks).Vokal /a/ pada posisi akhir terbuka dilafazkan sebagai [ĕ]. Misalkan kata Kuta, nama pantai termashyur di Bali, dilafazkan sebagai [k'uʈĕ].
Ø  Sukukata bahasa Bali
 Seperti bahasa Austronesia lainnya, bahasa Bali juga cenderung dengan kata-kata dwisukukata dan berbentuk KVKVK. Namun dalam mereduplikasi sebuah sukukata monosilabik berbentuk KVK, maka dalam bahasa Bali ini biasanya menjadi KVKKVK berbeda dengan bahasa Melayu dan Jawa
Dari sudut kesejarahan, penamaan bahasa Bali Tengahan ini sama sekali mengetengahi perkembangan bahasa Bali Kuno ke bahasa Bali Modern. Bahasa BaliTengahan (Kawi Bali) merupakan pencampuran leksikal kata-kata bahasa Jawa (Tengahan) dengan bahasa Bali pada masa itu. pengaruh ini datang dari Kerajaan Majapahit ketika Patih Gajah Mada menguasai Pulau Bali. Bahasa Jawa Tengahan dan Jawa Baru yang mengenal adanya sistem unda-usuk mempengaruhi bahasa Bali (Tengahandan Baru) sehingga bahasa Bali juga menegenal adanya sistem sor-singgih atau tingkatan-tingkatan bahasa khusus bahasa Bali Dataran. Di Bali, bahasa Bali Tengahan hidup dengan subur dan digunakan oleh para pengarang dalam berkarya seni sastra. Terbukti banyaknya karya sastra yang lahir pada masa itu, seperti kidung, tatwa, kalpa sastra, kanda, dan babad. Dalam seni pertunjukan, bahasa Bali Tengahan digunakan dalam seni pertunjukantopeng, arja, prembon, wayang, dan sejenisnya.
Bahasa Bali Kepara (Modern, Baru) merupakan bahasa Bali yang masih hidup dan terpakai dalam konteks komunikasi lisan dan tulis bagi masyarakat Bali sampai sekarang. Istilah kepara dalam bahasa Bali berarti ketah, lumrah, biasa yang dalam bahasa Indonesia bermakna 'umum'. Bahasa Bali Kepara (Modern) mengenal dua jenis ejaa, yaitu ejaan dengan huruf Bali dan huruf latin. Penamaan bahasa Modern ini karena bahasa BaliKepara itu tetap berkembang pada zaman modern seperti sekarang ini. Kehidupan dan perkembangan bahasa Bali Modern yang juga merupakan sarana dan wahana kehidupan kebudayaan, agama, dan adat istiadat masyarakat etnis Bali yang berkelanjutan dari zaman ke zaman kerajaan, penjajahan, sampai zaman kemerdekaan termasuk setelah kemerdekaan.
Bahasa Bali Modern juga mengenal sistem sor-singgih (terutama bahasa Bali Dataran) karena mendapat pengaruh dari Jawa. Pada zaman kerajaan, raja-raja Bali sering ke Jawa, hubungan Jawa-Bali sangat rapat sehingga kebudayaan Jawa (Hindu) sangat besar pengaruhnya terhadap kebudayaan Bali (Hindu). Pada zaman kerajaan, sistem pemakaian sor-singgih bahasa Bali sangatlah tertib ditanamkan pada pada pelapisan masyarakat Bali. Kelompok atas dalam pelapisan masyarakat tradisional di Bali yang disebut dengantriwangsa jika berkomunikasi kepada kelompok bawah (sudra, orang kebanyakan) diperkenankan memakai bahasa Bali ragam rendah sebaliknya, kelompok bawah (sudra) jika berkomunikasi kepada kelompok atas (triwangsa) menggunakan bahasa Bali ragam tinggi (halus).
Pada zaman penjajahan, terutama yang kelihatan pengaruhnya terhadap perkembangan bahasa bali yaitu pada masa penjajahan Belanda, banyak sekolah didirikan sebegai sarana pendidikan formal. Belanda dapat menaklukkan kerajaan-kerajaan di Bali sejak tahun 1846 Masehi hingga tahun 1942. Pada awal abad ke-19, sebelum penjajahan Jepang, sekolah-sekolah mulai bermunculan yang didirikan oleh pemerintah VOC Bertujuan agar rakyat dapat menulis, membaca, dan berhitung. Mulai saat itulah bahasa Bali Kepara (Modern) selain dikembangkan di luar pendidikan formal, juga dikembangkan dalam pendidikan formal melalui proses belajar mengajar. Sebaliknya, pada zaman penjajahan Jepang, mulai tahun 1942, sejarah bahasa Bali Kepara (Modern) mengalami masa suram karena, di samping tidak ada pelajaran bahasa Bali di sekolah, juga banyaknya buku berbahasa Bali  (Modern) yang dibakar.
Kejatuhan Jepang ditangan Sekutu dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia untuk memerdekakan diri. Sementara itu, Sekutu ingin menjajah lahi sehingga terjadilah revolusi fisik. Revolusi tersebut juga terjadi di Bali yang menyebabkan banyak tenaga guru di Bali masuk ke hutan bergerilya. Keadaan tersebut membuat pembinaan bahasa bali Keparasemkain tidak diperhatikan. Hal itu berlangsung sampai tahun 1950-an. Baru pada tahun 1968 bahasa Bali dimasukkan dalam kurikulum dan terus dibina. Pendidikan semakin maju, selain penguasaan bahasa Bali sebagai bahasa ibu sebagian besar masyarakat Bali, penguasaan bahasa Indonesia juga semakin mantap sehingga menyebabkan terbentuknya tatanan masyarakat yang berdwibahasa.
Ø  Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, bahasa Bali sepanjang perjalanannya mengalami perkembangan dan pengembangan. Perkembangan, maksudnya perluasan atau pertumbuhan secara alami tanpa perencanaan. Pengembangan, maksudnya pertumbuhan bahasa Bali dengan cara sengaja berdasarkan perencanaan. Bahasa Bali yang digunakan sekarang ini merupakan hasil pembaharuan atas perkembangan dan pengembangan sejak dulu.
 
SUMBER :  http://yenlysiswany26.blogspot.com/2013/05/kearifan-budaya-lokal-bahasa-bali_3567.html

Seni Tari Topeng Bali

Topeng Bali, Beragam Karakter dalam Seni Pentas Tradisional
 
Seni pentas tradisional memiliki peran yang khusus dan unik dalam kebudayaan Bali. Kesenian seperti tari dan teater tidak sekadar berfungsi sebagai hiburan. Sebagian di antaranya menjadi komponen pelengkap dari ritual keagamaan atau bahkan diposisikan sebagai ritual itu sendiri. Keragaman fungsi ini membuat kesenian Bali begitu kaya dengan ragam dan variasi. Salah satu wujud nyatanya dapat dilihat pada keragaman yang ada dalam kerajinan topeng Bali.

Topeng Bali dibuat dari bahan kayu. Jenis kayu yang biasanya digunakan sebagai bahan pembuatan topeng antara lain kenanga dan pule. Dalam prosesnya, ada beberapa tahap pemahatan yang harus dilalui sampai akhirnya menjadi topeng. Selain itu, adanya pakem tertentu dalam penggambaran sifat tokoh membuat para perajin topeng harus memiliki keterampilan khusus.

Topeng menjadi perangkat utama dalam tari topeng, kesenian dramatari tradisional khas Bali. Dalam tari topeng, setiap pementas atau penari tampil dengan busana khusus serta mengenakan topeng. Topeng yang dikenakan oleh seorang penari menunjukkan tokoh yang diperakannya dalam sebuah pertunjukan. Cerita yang dibawakan dalam tari topeng biasanya berasal dari riwayat sejarah (babad) atau kisah-kisah legenda.

Berdasarkan pada strata sosial dari lakon yang ditampilkan, topeng dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis. Jenis-jenis topeng tersebut antara lain topeng keras (sosok petarung), topeng tua (sosok sesepuh), topeng bondres (rakyat biasa), dan topeng ratu (kalangan bangsawan).







Topeng Bali :

1. Topeng Keras




2.  Topeng Tua




3. Topeng Dalem (Arsa Wijaya) 



4. Topeng Penasar









5. Topeng Sidakarya


Selain jenis umum tersebut, ada pula jenis topeng yang khusus, seperti topeng Calonarang, topeng jauk, dan topeng telek. Topeng Calonarang memperlihatkan sosok buruk rupa, bertaring, dan mata membelalak yang menjadi simbolisasi kejahatan. Topeng jauk berbentuk peralihan antara manusia serta raksasa yang berwatak kasar, merepresentasikan makhluk yang membantu Barong dalam menghadapi rangda. Seperti halnya jauk, telek merupakan sekutu dari Barong, tetapi berupa sosok dengan wajah dan watak yang halus.

Saat ini, topeng Bali dibuat bukan sekadar sebagai perangkat penting dalam pementasan tari topeng. Topeng Bali sudah banyak dijual bebas kepada para wisawatan yang berkunjung untuk dijadikan cendera mata